Laman

Jumat, 29 Januari 2016

Review Film Ketika Mas Gagah Pergi : Hijrah Menuju Kebaikan


Terakhir belakangan ini stigma negatif perlahan memudar dari bioskop, hal ini terbukti dengan banyaknya tayangan lokal yang semakin berkualitas. Beberapa diantaranya berhasil menarik perhatian penikmat film dengan tayangan yang menginspirasi dan diadaptasi dari buku-buku best seller.

Setelah beberapa tahun lamanya mengalami penundaan, akhirnya film Ketika Mas Gagah Pergi resmi di rilis dan diputar serentak di biokop tanah air pada tanggal 21 Januari 2016. Diangkat dari novellet kenamaan karya bunda Helvy Tiana Rosa dengan judul yg sama. Meskipun buku Ketika Mas Gagah pergi sudah terbit sejak tahun 1990an, namun film ini di bungkus dengan penyajian mengangkat kondisi remaja zaman sekarang.


Gagah (Hamas Syahid) adalah seorang pemuda tampan dan kharismatik, ia merupakan sosok sempurna bagi adiknya Gita (Aquino Umar) yang selalu menemani dan melindungi. Meskipun tomboy, Gita sangat manja dan bergantung pada Gagah, semenjak kepergian ayahandanya Gagah pun mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga membantu mamahnya.

Hingga suatu ketika, Gagah membuat kejutan bagi orang di sekitarnya. Kepergiannya ke Ternate, Maluku justru membawa perubahan drastis bagi dirinya. Gagah yang fashionable layaknya pemuda modernisasi zaman sekarang dengan kehidupan hedonis bermetmorfosis menjadi sosok lebih religius. Mulai dari kebiasaan sehari-hari, penampilan, sikap hingga selera musik. Gita tidak bisa menerima perubahan yang terjadi pada kakaknya hingga membuat keadaan keluarga sempat menegang oleh pertengkaran.

Keistiqomahan Gagah semakin terpancar melalui suatu teladan yang baik bagi orang-orang di sekitarnya, termasuk pada ketiga preman insyaf yang hendak menjahatinya. Bersama mereka serta sahabat-sahabat seperjuangannya, Gagah membangun sebuah tempat singgah di beri nama "Rumah Cinta" yang berisi buku-buku dan kreatifitas untuk anak-anak di sekitar pinggiran Jakarta. Gagah tak pantang menyerah untuk mengajak dua orang yang di cintainya itu bersama menuju ke arah yang lebih baik untuk jauh memahami  islam karena 'islam itu indah. islam itu cinta'.
'Jika kita tidak setuju dengan suatu kebaikan yang belum kita pahami, cobalah untuk bisa menghargainya' sepenggal kalimat dari Gagah dalam film ini dan bisa menjadi renungan untuk kita semua. Sebuah prasangka yang kerap kali menguasai diri tanpa melihat lebih jauh pada suatu kondisi sebenarnya, disini mengingatkan agar kita selayaknya selalu husnudzon (berprasangka baik).

Gita semakin jengkel lantaran semakin lebih sering di pertemukan dengan orang-orang yang menyerupai Mas Gagah menurutnya. Sosok seorang pemuda yang sering kali di temui di bus, kendaraan umum, kereta api kerap kali berorasi dengan penuh enerjik menghibur dan membawa perenungan. Sosok itu bernama Yudi (Masaji Wijayanto). Caranya menyebar kebaikan melalui dakwah di tempat yang tidak biasa yakni di fasilitas umum, walaupun kerap kali harus menerima pertentangan dari Abahnya.

Semakin diliputi keheranan sahabat Gita bernama Tika pun akhirnya memutuskan berjilbab. Hidayah yang didapatnya setelah banyak berdiskusi dengan kakak sepupunya bernama Nadia (Izzah Ajrina) yang justru memutuskan berjilbab ketika bersekolah di negeri minoritas muslim, Amerika. Hal itu semakin menggugah hati Gita untuk perlahan menjemput suatu hidayah dan menerima segala perubahan hijrahnya sang kakak menuju arah yang lebih baik.

Overall film ini layak menjadi tontonan bagi siapapun, pesan-pesan inspiratif yang terkandung didalamnya menjadi pembelajaran suatu kehidupan. Sarat akan nilai edukasi yang baik namun tidak monoton karena dibumbui oleh sisi humor yang di bawakan oleh beberapa pemain dan cameo. Alur cerita cukup ringan serta mudah di pahami dengan dialog-dialog yang  mengugah tertata dengan apik hingga setting lokasi yang mempesona menampilkan keindahan Maluku Utara, Ternate.  

Film ini di perankan oleh empat tokoh utama pendatang baru, dengan didukung tiga puluh artis tanah air yang tak dapat di ragukan lagi kemampuan aktingnya. Sebut saja Mathias Muchus, Wulan Guritno, Epi Kusnandar, Irfan Hakim, Joshua dan sederet cameo lain membuat film ini semakin berwarna. Yang menjadikannya film ini istimewa adalah penggalangan dana dalam pembuatan film yang dilakukan secara swadaya atau patungan untuk menciptakan film berkualitas dengan unsur kebaikan yang kental di dalamnya. Bersama ACT, FLP dan segenap pendukung lainnya film ini pun dapat terwujud yang nantinya 50% dari total keuntungan, Insya Allah di dedikasikan untuk program kemanusiaan, diantaranya untuk pendidikan anak-anak di Indonesia Timur dan Palestina.  

Ketika Mas Gagah Pergi merupakan film pendidikan religi karena menyampaikan nilai-nilai keagamaan tanpa terkesan menggurui, menggambarkan seni berdakwah dengan cara berbeda. Ada nilai-nilain lain yang terkandung di dalamnya yakni nilai cinta, kedermawanan, hijrah, hidayah serta spirit untuk tetap berjuang dalam kehidupan. Menampilkan sisi berbeda dari kebanyakan lainnya, film ini lebih mengedepankan sebuah hubungan antara kakak dan adik, pesaudaraan yang erat terjalin untuk selalu di jaga.

31 komentar:

  1. Jika gak salah ingat, cerita mas gagah pergi versi awalnya dulu merupakan cerber di sebuah majalah remaja. * berasa tiaaa*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuppss..benar sekali mba. Cerpen di majalah Annida sekitar tahun 90an terus du bukukan dlm kumpulan cerpen dan edisi terbaru menjadi novellet

      Hapus
  2. Wuaaaa... belum nonton pengen nonton...
    Sejak punya anak, sekalipun belum nonton ke bioskop...


    @witri_nduz

    BalasHapus
  3. Wuaaa... blm nonton...pengen nonton


    @witri_nduz

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jgn lupa nonton mba, ajak keluarga. Film ini cukup aman utk segala usia

      Hapus
  4. Balasan
    1. Datang ke bioskop terdekat mba, sebelum habis masa tayang

      Hapus
  5. pengen nonton, tapi gak sempat.

    BalasHapus
  6. saya malah belum nonton mbak :D

    kalau cerpennya dulu pernah baca sih, cuma udah lama banget, jadi lupa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru satu minggu penayangan mba. Nonton aja entar inget lagi deh sama ceritanya

      Hapus
  7. Balasan
    1. Bagus mba, ga monoton kaya film lokal kebanyakan. Semoga ya mba ga sampe terlewat

      Hapus
  8. film tentang kebaikan memang enak untuk diikuti ya, jadi ada inspirasi setelah menontonnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuppsss..tepat sekali. Menjadi perenungan dan pembelajaran, jd buang uang utk tiket juga ga teras sia-sia

      Hapus
  9. coba liat ah. saya penasaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sih rekomemdasiin bgt film ini utk disaksikan

      Hapus
  10. HTR. mengingatkan saya pada Annida, majalah muslimah jadul yang isinya cerpen, cerber. di masa itu icon Islam yaitu jilbab baru mulai muncul. jadi cerita KMGP ini barangkali perwakilan kondisi saat itu ketika berjilbab itu begitu sulit dan dipersulit. untuk filmnya saya belum nonton. barangkali disesuaikan dengan kondisi muslimin sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupps. Tepat sekali, tdk merubah isi cerita hanya beberapa seen lebih menggambarkan kehidupan zaman sekarang

      Hapus
  11. penasaran pengen nonton ini tapi Blum sempat.
    udh baca novelnya, Bagus banget ceritanya. liat review ini jadi nambah pengen nonton.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuu segera bergegas ke bioskop nanti kehabisan tiketnya :D

      Hapus
  12. Balasan
    1. inspiratif mba filmnya, ga akan nyesel nontonnya

      Hapus
  13. sudah baca noveletnya tapi belum nonton filmnya..mudah-mudahan bisa tayang di bioskop yang belum lama ini dibuka di daerah saya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga merata tayang di bioskop seluruh Indonesia

      Hapus
  14. setelah baca review mba, saya jadi ingin nonton :(

    BalasHapus
  15. Aku nunggu link gratisan aja deh,
    lagi ga sempet ke 21 haha

    BalasHapus
  16. jadi pengen nonton tapi sayang harus ke kota dulu baru ada bioskop :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. domisili tempat tinggalnya masih jarang bioskop ya, ga usah di paksakan kalau ada kesempatan yg tepat saja :)

      Hapus