Laman

Minggu, 22 Juni 2014

Nasib "Kampung" ku kini

Disaat ketika hari raya terutama idul fitri, sebagian besar warga Jakarta merasakan yang namanya mudik atau kembali ke kampung halaman, Saya dan keluarga yang sejatinya warga asli Jakarta tulen merasakan kembali kenyamanan Jakarta yang tak terlalu padat sebagaimana biasanya.
 Ah, Jakarta kini sangat jauh berbeda dengan dahulu. Masih Saya ingat masa-masa Sekolah Dasar dulu saya dan beberapa teman jalan menuju sekolah masih melewati persawahan dan kebun. Namun kini, sudah tak ada lagi tertindas oleh pembangunan rumah-rumah komplek warga yang semakin padat.

Saya pun pernah melihat album foto orang tua dimana jakarta masih banyak pohon-pohon tinggi menjulang, rasanya terliahat lebih asri. Tapi kini, Jakarta di kuasai oleh pohon-pohon beton dan sawah-sawah lenyap menjadi mall-mall besar. Terkadang saya merindukan Jakarta yang dahulu. (sayangnya dokumentasi itu hilang)
Di wilayah tempat tingga sayapun kini di satu sudut bilangan utara Jakarta, semakin tidak bersahabat karena banyaknya kontener-kontener yang melintas padahal dulu tidak separah ini. Saya bukan setahun-dua tahun tinggal disitu, rasanya ingin marah melihat kondisi Jakarta yang tak lagi nyaman.

Wilayah Jakarta kini lebih di dominasi oleh masyarakat pendatang, dan warga asli jakarta sendiri justru terpinggirkan (miris). Salah besar jika ada yang menilai warga asli Jakarta atau betawi adalah tuan tanah atau juragan kontrakan, kenyataan yang ada justru berbanding terbalik dengan praduga orang-orang kebanyakan.

Beruntung saya memiliki orang tua yang berpikiran maju, terutama ayah beliau ingin "kita sebagai orang betawi jangan sampai terpinnggirkan oleh arus globalisasi" Untuk itulah ayah ingin anak-anaknya menempuh jenjang pendidikan yang layak tidak hanya sekedar Sekolah Menengah. Rahasia yang mungkin tak lagi menjadi rahasia adalah dimana warga asli betawi masih ada beberapa orang yang serakah terhadap harta duniawi bahkan tak segan menindas saudara sendiri. Ya..itulah fenomena nyata.

Sedih juga, dalam sebuah survei Jakarta menjadi salah satu kota yang dibenci karena macet dan polusi udara yang semakin membabi buta. Kapastitas kendaraan yang membludak tak terkendali dan luas jalan yang semakin sedikit. Penduduk yang kini menempati Jakarta semakin tak terkendali karena tidak seimbang antara luas wilayahnya.

Terlepas dari segala hiruk-pikuknya Jakarta tetap menjadi dambaan masyarakat untuk meraih impian. Tak sedikit banyak orang masih berbondong-bondong menggantungkan harapan di usia Jakarta yang semakin renta. 

Dirgahayu HUT Jakarta ke 487 Tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar