Pemandangan asri dengan udara begitu sejuk di bawah kaki gunung Cikuray yang memiliki ketinggian 2821 MDPL ternyata memiliki komoditas potensial yakni lahan pemberdayaan akar wangi. Jika melihatnya sekilas mungkin tidak akan menyadari sebab karakteristik tanamannya mirip ilalang atau rumput liar, namun beda nya akar wangi ini mempunyai akar serabut yang kuat, dalam, dan bercabang banyak.
Budidaya Akar Wangi di Garut
Di desa Sukamukti, Dangiang dan Mekarmukti Kabupaten Cilawu - Garut, tanaman akar wangi tumbuh subur di ketinggian 1.200–1.700 meter di atas permukaan laut. Fakta menariknya tanaman akar wangi habitatnya terbilang terbatas sebab hanya dapat tumbuh subur di tiga wilayah dunia, yakni Haiti, Jamaika, dan Indonesia, tepatnya di Garut.
Selain di pasarkan secara lokal, produk pemberdayaan akar wangi ini juga di ekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Brazil, Swiss, cina dan lainnya. Namun sayangnya, dalam pemasaran secara langsung ke negeri luar belum maksimal lantaran masih harus melalui distributor.
- Akar wangi yang telah dipanen dibersihkan
- Akar wangi dicuci dan dijemur untuk menghilangkan serabut-serabut kecil dan mengurangi kadar air.
- Akar kemudian dirajang atau dicacah untuk mempercepat proses penyulingan dan meningkatkan hasil minyak.
- Akar wangi yang sudah dirajang dimasukkan ke dalam ketel penyulingan.
- Air dipanaskan dalam ketel, dan uap air dialirkan melalui akar wangi.
Salah satu keunggulan minyak akar wangi Garut terletak pada kejernihan minyaknya itu sebabnya dalam proses penyulingannya pun di atur sedemikuan rupa untuk tekanan dan suhu agar tidak terlalu tinggi (yang bisa menyebabkan minyak jadi gosong) ataupun terlalu rendah (yang bisa menurunkan kadar minyak)
Terdapat sekitar 17 mesin penyulingan akar wangi dimana masing-masing memiliki kapasitas 1,5 ton untuk hasilnya teegantung cuaca bisa sekitar 3-5 kg jika cuaca kurang baik namun saat cuaca baik bisa sampai 7 - 10 kg dengan harga jual per-kilo di kisaran Rp 1,5 juta sampai Rp 5 Juta. Uniknya budidaya akar wangi ini semuanya bermanfaat, setelah proses penyulingan, ampasnya itu nanti di bakar dan dijadikan pupuk atau dalam pengolahan lain lewat kreativitas karya seni seperti salah satu pengrajin yang membuat sisa akar wangi di jadikan pajangan menarik seperti domba garut, topi, dinosaurus dan lainnya.
Di balik potensinya dalam ekonomi, Akar wangi juga memiliki manfaat ekologis diantaranya mencegah erosi dan longsor, menstabilkan tanah, memperbaiki struktur tanah, juga potensial meminimalisir kehilangan unsur hara.
Dalam pemanfaatan lahan, para petani juga menanam aneka ragam sayuran seperti bawang, tomat, kol dan tanaman holtikultura lainnya. Selain itu juga di tanami beraneka pohon keras di perbatasan lahan. Pohon-pohon itu berupa kopi, atau tanaman kehutanan seperti jati, pinus, alpukat, dan durian konsep seperti ini diyakini memberikan ketahanan penyerapan air sehingga bisa mencegah terjadinya bencana alam seperti banjir ataupun tanah longsor.
Langkah Nyata Serikat Petani Pasundan (SPP) Reforma Agraria
Kehidupan masyarakat di desa Cilawu khususnya para petani saat ini tidak lepas dari peran serta gerakan Serikat Petani Pasundan (SPP) serta swadaya masyarakat yang berjuang untuk memperoleh hak-hak agraria petani, seperti redistribusi tanah dan kemandirian ekonomi dengan melakukan beragam transformasi yang dilakukan para petani melalui Gerakan Desa Maju Reforma Agraria (Damara) yang digagas oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Ka Yani merupakan Koordinator Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jawa Barat mengunggkapkan "SPP dideklarasikan di Garut pada tanggal 24 Januari 2000. Akan tetapi sejarahnya dapat dirunut sejak akhir tahun 1980-an. Menekankan tiga agenda utama: redistribusi tanah untuk petani, perbaikan layanan alam, serta penataan produksi bersama. Disini SPP hadir sebagai jawaban atas keresahan petani yang kehilangan tanah garapan akibat penguasaan skala besar oleh perusahaan negara maupun swasta."
SPP bukan sekedar memperjuangkan tanah untuk para petani, tapi juga memperjuangkan perihal keadilan. Pengakuan sebagai manusia bermartabat dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, perbaikan tatanan kehidupan sosial. Sampai saat ini setidaknya terdapat 5 wilayah kabupaten di Jawa Barat yang telah berkolaborasi dalam naungan SPP diantaranya Garut, Ciamis, Tasikmalaya, Pangandaran, dan Banjar.
Yang cukup menarik, sejak awal SPP menempatkan perempuan dengan hak dan tanggungjawab sama dengan laki-laki. SPP pun berjuang melakukan pemetaan tanah garapan untuk mereka ajukan ke BPN melalui pemerintah daerah.
Dalam perjuangan membersamai masyarakat serta para petani, Serikat Patani Pasundan (SPP) juga menyediakan layanan pendidikan bagi anggota, tidak terkecuali pendampingan hukum, sekolah tani, hingga pendidikan organisasi di berbagai daerah basis untuk membentuk kader-kader yang bisa membangun kemandirian petani. Mereka juga membangun sarana pendidikan sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai menengah atas, pesantren hingga rumah ibadah.
Dampak positif yang dirasakan masyarakat setempat kini para petani mampu secara mandiri membangun kehidupannya, menjaga komoditas dan pangan lokal, menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian lingkungan. Berdaya bersama dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta memperbaiki sumber mata air yang dahulu rusak akibat aktivitas perkebunan dan lahan yang terbengkalai.
Penuturan Teh susi dan Kang ibun, mantan pekerja ptpn (perkebun teh) mengalami perubahan taraf hidup yang lebih signifikan saat bergabung bersama SPP. Ketika sempat kehilangan tempat tinggal, atas asas sosial dan gotong royong salah satu anggota SPP yang telah sukses yakni Bapak Hayat pun menginisiasi dengan menyediakan lahan untuk dibangun rumah bedeng serta sebidang lahan sayur mayur untuk dikelola secara baik bersama warga petani lainnya.
Lewat perjalanan bersama Eco Blogger Squad kali ini serta melihat secara langsung dan wujud nyata reforma agraria yang diperjuangkan para petani di Garut dan sekitarnya. Bahwa ekonomi restoratif dalam hal ini komoditas akar wangi menjadi paradigma baru yang menekankan pemulihan alam, pemberdayaan manusia, dan pelestarian budaya secara seimbang.
Para warga dan segenap petani yang bernaung di Serikat Petani Pasundan bukan sekedar menggarap lahan, melainkan juga meningkatkan kapasitas diri dan saling peduli. Mereka terus berjuang mempertahankan tanah itu untuk mewujudkan tatanan sosial dan ekonomi kerakyatan demi kesejahtaraan bersama, kini dan nanti.
I feels like ‘slow content but big impact’ banget... Siti
BalasHapusKamu menghadirkan akar wangi dari kaki Gunung Cikuray bukan sekadar sebagai tanaman aromatik biasa—tapi sebagai jewel lokal yang punya banyak banget potensi.
Tahu nggak, akar wangi ini bukan cuma penghasil minyak atsiri yang dipakai untuk parfum, sabun, dan aromaterapi, tapi juga jadi penyelamat lingkungan. Akar super panjangnya bisa tahan erosi dan memperbaiki kualitas tanah—solusi alami yang bener-bener sustainable vibes.
Apalagi, tahu bahwa Garut dari zaman dulu sudah fokus budidaya spesies ini—luasan hingga ribuan hektare di kaki Cikuray, produksi minyak sebanyak puluhan ton setiap tahun, dan melibatkan ribuan petani lokal. This is community power!
Terus, pas kamu bahas peluang ekspor—ternyata permintaan dunia bisa sampai ratusan ton per tahun, tapi Indonesia baru bisa memenuhi sebagian kecilnya. Potensinya gedenya luar biasa, sis!
Thanks banget sudah share insight yang bukan cuma produktif, tapi juga penuh cerita soal lingkungan, ekonomi lokal, dan peluang global— semua dalam satu konten yang chill dan informatif.
Baru tahu kalau Garut menghasilkan akar wangi dan akar wangi ini bahannya minyak2 gitu ya? Iya ya, aku gugling bentuknya kek rerumputan. Kalau yang gak paham ya mungkin akan main cabut aja.
BalasHapusTernyata salah satu tantangannya dalam membudidayakan akar wangi ada petani2 yang kehilangan tanah ya krn penguasaan sektor perusahaan ya.
Bagus ada SPP jadi bisa saling melindungi kalau ada yang mendzolimi petani akar wangi.
sedih banget, sudah sekitar 25 tahun silam peneliti LIPI (sekarang BRIN) mengimbau pemerintah tentang akarwangi ini
BalasHapuskarena tidak hanya ekstraknya menjadi bahan baku parfum, keberadaan akar wangi juga berperan dalam menanggulangi erosi tanah
Sayang hingga hari ini pemerintah memble, malah sibuk dengan sumber daya alam fosil yang pasti hab is
Pernah punya akar wangi buat aromaterapi. Ternyata akar wangi menjadi komoditas potensial di kaki Gunung Cikuray karena memiliki nilai ekonomi tinggi dari minyak atsiri yang dihasilkan. Baru tahu saya jika akar wangi punya manfaat konservasi tanah dan pencegahan bencana seperti longsor karena akarnya yang kuat dan mampu mengikat tanah. Selain itu, budidayanya relatif mudah yaaaa, serta cocok untuk lahan di ketinggian sekitar 1.000 mdpl, dan akarnya juga bisa diolah menjadi berbagai produk kerajinan yang bernilai.
BalasHapusBegitulah kalau bidang budidaya dikelola dengan baik. Maka, nggak hanya lahannya yang berdaya dan membaik. Kehidupan sosial masyarakatnya pun akan jadi lebih baik
BalasHapusProses penyulingan ya bergantung cuaca baik atau tidak itu karena suhu berpengaruh pada proses penyulingan ataukah hasil akar wangi yang di panen lebih banyak saat cuaca cerah ya mbak?
BalasHapusSaya baru tahu kalau akar wangi punya basis kuat di Garut. Pastinya tanaman endemik di sana ya Mbak, sehingga bisa dimanfaatkan secara ekonomi dalam skala sebesar itu.
BalasHapusKalau direbranding, akar wangi akan lebih potensial lagi, dan senang sekali membaca artikel ala eco blogger squad ini
Jujur sih baru pertama kali dengar/baca ada tanaman akar wangi, apalagi ternayat bentuknya malah mirip rumput liar.
BalasHapusSaya pernah beberapa kali mendengar akar wangi. Bentuknya juga seperti alang-alang. Kalau akar keringnya juga bisa dijadikan aromaterapi karena wanginya yang khas. Saya sangat salut sama orang-orang yang tergerak hatinya untuk membudidaya tanaman ini. Apalagi bisa membantu kesejahteraan masyarakat di sekitar.
BalasHapusDi daerah Sukabumi juga ada perkebunan akar wangi ini, tepatnya di daerah Pasir Datar, Caringin. Bentuknya sekilas seperti serai dan jerami, tapi bedanya memang di aroma. Akar wangi ini aromanya khas banget
BalasHapusSepertinya saya baru kali ini mendengar informasi tentang akar wangi ini dan sebagai warga Indonesia kita bisa ikut bangga karena mengahsilkan akar wangi yang ternyata hanya bisa tumbuh di 3 negara di dunia salah satunya Indonesia.
BalasHapusSemoga dengan penataan ekspor yang lebih baik maka kita bisa mengekspor lebih banyak akar wangi ke negara-negara lain karena jika di telisik potensinya masih cukup besar
Dulu waktu masih kecil ibuku punya seikat akar wangi yang disimpan di lemari, biar pakaiannya gak bau apek. Baru tahu sekarang kalau akar wangi itu bisa disuling. Sebagai salah sati dari 3 negara penghasil akar wangi di dunia, bangga pastinya. Dan semoga bisa mendapat perhatian penuh agar lebih berdamoak positif bagi madyarakat dikemudian hari.
BalasHapusAku baru tahu ternyata akar wangi bisa jadi komoditas potensial di Cikuray. Menarik banget karena nggak cuma punya nilai ekonomi, tapi juga bisa jadi peluang usaha baru untuk masyarakat sekitar.
BalasHapusSaya sebelumnya melihat Ig teman-teman tentang kunjungan ke petani akar wangi di Garut ini. Dan keren sekali ya karena jeli melihat dan memanfaatkan peluang. spesialnya di Garut akar wangi bisa jadi komoditas yang diunggulkan. Saya suka kerajinannya juga. Kalau ke sana pengin beli topinya
BalasHapuswah seru ya, jadi pengen mampir kesana juga :D
BalasHapusSetelah baca tulisan ini, jadi makin yakin akar wangi Cikuray bukan cuma harum tapi juga ‘uang’. Aspek agronominya, potensi pasarnya — semua terlihat menjanjikan. Semoga ada dukungan dari pemerintah dan swasta supaya potensi ini makin nyata. Makasih sudah insight-nya, Mbak Siti!
BalasHapusGarut ternyata gak hanya terkenal karena dodol. Tetapi, juga punya potensi luar biasa dari akar wangi. Ya semoga aja budidaya ini semakin berkembang. Harus ada bersinergi dengan banyak pihak, nih.
BalasHapusApakah akar wangi ini memang spesial tumbuh dengan baik atau hanya menghasilkan keharuman tertentu jika ditanam di Garut, Teh? Tapi apa pun itu, keren banget budidaya dan kerajinannya bisa dikembangkan sampai seperti sekarang ini. Apalagi minim sampah ya karena bagian-bagiannya bisa dimanfaatkan semua. Semoga makin maju dan berkah.
BalasHapusAsli takjub banget deh sama Garut yang membudidayakan Akar Wangi. Apalagi ada SPP yang bikin semua alur lebih teratur. Bahkan sampe ke limbah akar wangi bekas penyulingan saja bisa bermanfaat.
BalasHapusRupanya akar wangi bukan hanya sekadar menghasilkan cuan, melainkan bisa menjaga tanah. Ini namanya sekaligus melestarikan lahan dan alam.
Tentu dengan harga jual yang cukup tinggi bisa membantu perekonomian petani akar wangi juga ya. Semoga mereka semakin sejahtera dan berkembang. Serta tetap menjaga keasrian lingkungan. Keren deh ECO Blogger Squad bikin kegiatannya sangat menginspirasi banget.
Ketika petani memiliki serikat seperti serikat pekerja, jadi ada wadah yang memberi banyak pencerahan untuk berkembang pertaniannya ya. Keren kegiatan Eco Blogger Squad yang datang langsung ke tempat pertanian dan penyulingan akar wangi. Kita jadi tahu gimana cerita setiap petani yang nggak hanya urusan tananaman tapi juga bagaimana proses penjualannya.
BalasHapusMashaAllaa yaa.. seandainya Indonesia memberikan perhatian lebih terhadap tanah-tanah pertanian dan produksinya, maka hasil dari budidaya Akar Wangi ini bisa jauh lebih baik sehingga perekonomian masyarakat Garut dan sekitarnya pun ikut meningkat.
BalasHapusAdanya birokrasi yang berbelit ini membuat semua petani bergerak dengan serba terbatas dan seadanya. Miriiss..