Selamat Datang Sobat, Jangan Lupa Tinggalkan Jejak ya... ^_^
Monarch Butterfly 2

Rabu, 25 Mei 2016

Jodoh Salah Alamat

Ponsel milik Yoga berbunyi, diliputi rasa penasaran aku pun melihat nama penelepon di layarnya tertera nama kontak ‘Bunga Lotus’. Yoga yang baru kembali dari toilet segera menghampiri meja dimana aku dan ummi telah menunggunya.
            “Tadi ada yang telepon” ucapku memberi tahu
            Yoga segera mengecek ponselnya lalu kemudian izin diri kepada Ummi dan aku untuk kembali menghubungi si penelepon. Entah kenapa, hatiku risau,  dengan sedikit berbohong aku izin ke toilet walau sebenarnya secara diam-diam aku mengikuti langkah Yoga.
            Mendengar pembicaraannya, aku yakin ‘Bunga Lotus’ di kontak Yoga itu bukan teman biasa atau sekedar rekan kerjanya. Yoga telah menyembunyikan sesuatu, semakin diliputi kegelisahan aku kembali ke meja dimana Ummi masih menunggu berselang tak lama kemudian Yoga pun kembali.

            Melihat rona wajahku yang berubah, Ummi nampak khawatir
            “Syakira kamu kenapa nak ? sakit ?” tanya Ummi
            “Syakira hanya merasa kelelahan Ummi, selepas ini kita segera pulang saja ya” pintaku
            “Apa kamu mau di belikan obat?” tanya Yoga dengan perhatiaannya
            Aku berusaha mengukir senyum diwajah “tidak usah, aku hanya kurang istirahat saja”
            Seharian ini aku dan tunanganku Yoga, ditemani Ummi sibuk mempersiapkan resepsi pernikahan yang akan dilangsungkan dua bulan lagi. Setelah fitting kebaya untuk akad nikah dilanjut kemudian mencari souvenir yang sekiranya layak untuk para undangan yang hadir. Sibuknya hari ini menjadikan alasan bagiku untuk menyembunyikan kegamangan yang mendera setelah aku mendengar percakapan Yoga dengan seseorang di ponselnya.
            Setibanya di rumah, aku segera menuju ke kamar tanpa menunggu Yoga melajukan mobilnya pergi.
            “Maafkan Syakira Nak” ungkap Ummi kepada Yoga melihat pola sikapku yang tiba-tiba menjadi acuh pada Yoga
            “Tidak apa Ummi, mungkin Syakira hanya merasa kelelahan” Yoga menjawab dengan pengertiannya
            Di dalam kamar, aku semakin diliputi rasa penasaran mengenai seseorang bernama ‘Bunga Lotus’ itu. Firasatku menyatakan ada sesuatu yang terjadi antara Yoga dengannya. Aku bertekad akan mencari tahu secara diam-diam. Sebentar lagi aku dan Yoga akan mengikrarkan janji suci dalam mahligai sebuah pernikahan dan aku hanya tak ingin ada hal tersembunyi yang nantinya akan membuat retak hubungan kami.
            Mulai dari media sosial hingga melihat aktifitas keseharian Yoga, sedikit demi sedikit aku mendapatkan informasi lebih jauh mengenai seseorang bernama ‘Bunga Lotus’ di kontak ponsel Yoga.
            “sejauh apa sebenranya hubungan kamu dan Yoga ?” aku mengintrogasi sosok wanita cantik berambut panjang bergelombang, berkulit putih bersih dan bermata bulat, ia serupa boneka porselin berjalan. Laki-laki normal pasti akan langsung jatuh hati saat pertama memandangnya.
            Aku memintanya untuk bertemu di sebuah kedai kopi, walau awalnya ia sempat menolak namun akhirnya aku berhasil meyakinkannya untuk bicara tatap muka tanpa sepengetahuan Yoga.
            “bahkan kami sendiri tak tahu bagaimana mendeskripsikan hubungan itu” jawabnya dengan senyuman yang entah sulit ku mengartikan.
            “Apa kah kamu tahu bahwa ia akan menikah?”
            “iya..aku tahu”
            “lalu mengapa kamu masih melanjutkan hubungan itu. Apa kamu sadar akan ada hati yang tersakiti dengan hubungan yang kalian jalani. Kamu seorang perempuan dan aku berharap kamu mengerti” ucapku dengan mata berbinar terungkap segala kegamangan yang terakhir kurasakan.
            Diam. Jeda beberapa saat tanpa pembicaraan aku dengannya. Sampai kemudian ia membuka suara.
            “Apa kamu yakin bahwa Yoga mencintaimu ?” pertanyaan yang cukup menohok
            “tentu saja. Jika tidak, mana mungkin ia meminangku untuk menjadi istrinya” jawabku tegas
            “Asal kamu tahu saja, Yoga dan aku adalah sepasang kekasih sejak masa sekolah. Kami menjalani hubungan diatas perbedaan dan pertentangan berbagai pihak sampai akhirnya hubungan kami terpaksa kandas. Tetapi setengah tahun lalu kami berjumpa kembali di Vietnam, negeri yang memiliki symbol bunga lotus dan aku sangat terpikat pada bunga itu yang banyak tumbuh di beberapa wilayah Vietnam hingga akhirnya Yoga menjuluki aku ‘bunga lotus. Kebersamaan yang kami lewati semaki n menegaskan ternyata kami masih memiliki perasaan yang sama. Kami pun bermalam di hotel dalam satu kamar, aku rasa tidak perlu terlalu naïf hal apa yang dilakukan dua orang dewasa jika berada dalam satu kamar kan ?” Ia tersenyum sinis
            Sakit dan retak hati saat mendengar pernyataan wanita di hadapanku itu. Aku berusaha untuk tetap tegar tak boleh ada setitik air matapun yang jatuh, bisa saja dia mengarang cerita.
            “Kamu pasti berbohong !!!”
            “terserah kamu mau percaya atau tidak. Aku sudah memberitahukan kebenaran padamu”
            Aku segera mengakhiri pertemuan itu dan bergegas pergi dari hadapannya. Tak mampu ku bendung lagi air mata pun berjatuhan. Setibanya di rumah aku berhambur ke pelukan Ummi menangis sejadi-jadinya, kuceritakan semua yang merisaukan hidupku terakhir belakangan ini. Ummi menyerahkan segala keputusan padaku.
            Beberapa hari setelahnya aku menemui Yoga, sudah tiba pada keputusan akhir perenunganku selama ini.
            “Maaf. Aku tak bisa melanjutkan hubungan ini lebih jauh, terpaksa pernikahan itu harus dibatalkan” ucapku sambil melepaskan cincin yang tersemat di jari kiriku
            Yoga nampak sangat terkejut “Kenapa ? apa aku ada salah ?’
            “Aku sudah mengetahui hubunganmu dengan wanita yang kau sebut ‘bunga lotus’, aku tak bisa menjalani hidup dengan seseorang yang hatinya tidak pernah untukku”
            “tapi..aku dan dia hanya sebuah masa lalu, masa depanku adalah kamu dan aku sangat menyayangimu” Yoga masih belum menerima keputusanku
            “Aku sudah tahu semua hubungan kalian selama ini bahkan apa yang kalian lakukan saat di Vietnam. Aku tahu bahwa kalian masih saling mencintai, aku tak mau jadi pelarianmu. Kembalilah padanya, selesaikan permasalah karena perbedaan yang mewarnai hubungan kalian” Aku melepas Yoga dari hidupku
            Selang satu tahun kemudian. Perasaan terluka itu masih sangat kurasakan, walau sejujurnya aku sudah menyimpan hati untuknya, kebahagiaan tak terkira saat ia miminangku hanya akan menjadi seberkas kenangan indah. Aku memutuskan untuk hijrah ke luar kota, tinggal bersama kakek dan nenek di Yogyakarta.
            Seluruh keluarga sudah mengetahui perihal pembatalan pernikahan itu tapi tak ada yang tahu alasan sebenarnya yang rapat kusembunyikan.
            Pagi itu, mentari bersinar hangat memberikan sinarnya bagi kehidupan makhluk di bumi. Aku menikmati akhir pekan di pagi yang cerah dengan membaca buku di pekarangan rumah kakek dan Nenek yang luas. Karena serius tenggelam dalam buku bacaan aku sampai tak menyadari ada seseorang yang memberi salam.
            “Assalamualaikum..” salamnya entah keberapa yang baru ku sadari
            “Wa’alaikumsalam “ jawabku seraya menghapiri pintu pagar
            Nampak seorang pria berparas tampan dan tinggi, sepertinya ia tersesat.
            “maaf mengganggu, apa mba tahu alamat pasti ini ?” laki-laki itu menyerahkan secarik kertas
            Satu tahun tinggal di kota gudeg, membuatku sedikit tahu alamat termasuk yang dituju laki-laki itu yang ternyata tidak terlalu jauh dari rumah kakek dan Nenek. Setelah mendapatkan informasi lak-laki itu berterima kasih dan segera berlalu.     
            Aku merasakan sebuah hal yang tak ku mengerti saat tidak sengaja mata kami saling beradu serasa aku tenggelam dalam keteduhan pandangannya. Aku coba menampik, mungkin hanya perasaan sesaat. Sejak berpisah dari Yoga aku bahkan tak berniat untuk segera mencari penggantinya.
            “Syakira mau sampai kapan mau melajang, Nenek juga ingin lihat kamu duduk dipelaminan seperti kakak-kakakmu” Ujar Nenek yang usiany telah memasuki angka kepala tujuh namun masih kelihatan segar dan gruat-gurat kecantikannya masih terlihat “Cucunya Pak Suryo yang baru pulang dari Australia itu sepertinya masih single. Dia dokter Ra..Jika kamu mau nanti Nenek kenalkan dengan dia” lanjut nenek yang tak berhenti gencar mencarikanku jodoh
            “Tapi, Syakira belum terpikirkan ke arah sana dulu Nek,”
            “Mau sampai kapan nduk mau melajang ? usiamu itu sudah hampir menginjak kepala tiga lho..” Nenek mengingatkanku untuk kesekian kalinya yang terkadang jujur membuat hatiku pedih. Siapa pula yang ingin melajang berkepanjangan, aku kan juga ingin menjalankan setengah dien sebagaimana perintahnya, aku juga ingin memiliki anak sebelum usia menua. Tapi apa daya jika Allah belum berkehendak hadirnya ia yang telah lama dinanti.
            “nda usah terlalu ngoyo, mbo ya kalau sudah saatnya nanti akan datang sendiri. Jodoh pasti bertamu, ya nduk” akhirnya kakek buka suara. Aku senang kakek ada di pihak aku
            “kakek ini kalau sudah soal cucu kesayangannya, selalu aja di belain”  Nenek nampak jengkel
            “Yang terpenting Syakira memantaskan diri dahulu, Allah berfirman ‘laki-laki yang baik hanya untuk wanita baik-baik, begitupun sebaliknya’ Jodoh itu adalah cerminan diri kita, jika menginginkan pasangan yang baik maka berbuatlah hal yang baik” Kakek berkata bijak, sebagai seorang tokoh agama yang cukup di segani di wilayah tempat tinggalnya kakek sering kali dijadikan penceramah bahkan imam masjid.
            Setiap episode kehidupan yang aku lalui, semuanya adalah rencana Allah. Hanya kepasrahan dan keyakinan agar semua kelak berakhir dengan baik. Penantian itu bukan hal yang mudah, penuh cobaan dan segalanya dapat terasa ringan jika mampu menerimanya dengan penuh kesabaran dan kelapangan hati.
            Suatu hari kakek mengajakku ke perkebunan teh miliknya, sejauh mata memandang nampak hamparan luasnya pematang daun teh hijau yang segar  dan beberapa masyrakat sibuk memetik daun teh itu dan memasukannya ke dalam keranjang. Mereka tersenyum ramah dan bahagia menyapa kedatangan kami.
            “Syakira, ini pegawai baru kakek. Ridwan namanya, ia baru datang dari Jakarta. Anaknya pintar sekali” Kakek mempromosikan laki-laki tegap di sampingnya. Tapi, tunggu aku yakin pernah bertemu dengannya
            “oh..kamu yang waktu itu yang tanya alamat ya ?” aku berujar
            Laki-laki bernama Ridwan itu tertunduk, tersenyum “iya mba. Saya bahkan tidak tahu bahwa mba adalah cucu dari Bapak Purwanto” ucapnya
            “Syakira ini masih sendiri lho, Ridwan..” kakek berucap yang sempat membuatku salah tingkah
            “tak usah di hiraukan ucapan kakek” aku tersipu malu
            Semejak pertemuan saat itu, kedekatan aku dan Ridawan semakin terjalin,  terlebih kakek memberikan satu posisi dimana aku pun turut serta mengolah perkebunannya. Tak dapat di pungkiri hubungan pun semakin dekat lebih dari sekedar rekan kerja bahkan kami seperti sahabat yang telah lama berkarib.
            “maaf boleh aku bertanya sesuatu” ucap Ridwan suatu ketika
            “silahkan” aku menjawabnya dengan tersenyum
            “Aku pernah mendengar cerita pernikahanmu yang batal di tengah jalan. Apa kamu tak ada niatan untuk mencoba lembaran dengan kisah yang baru ?”
            Aku sempat tercengang mendengar pertanyaannya. Aku diam sesaat menengadahkan pandangan ke langit biru berarak awan putih, cerah.
            “Aku mungkin sempat terluka pada kisah yang gagal tapi tidak menutup hati untuk seseorang yang akan datang sesuai pilihan-Nya” jawabku
            “Apakah saat ini kamu sudah menemukan yang sekiranya tepat untuk membalut kisah masa lalumu ?”
            “entah lha, aku hanya mencoba menjalani hidup sebagaimana air mengalir, bukankah bila jodoh pasti akan bertemu” ucapku
            Sekembalinya ke kediaman kakek dan nenek aku mulai merenungi kata-kata Ridwan. Apakah mungkin itu pernyataannya yang tersirat ? aku tak berani mengambil kesimpulan, karena pada nyatanya Ridwan sendiri tak pernah menampakan perhatian lebih dari sekedar teman.
            “kakek perhatikan hubungamu dengan Ridwan semakin dekat, bahkan seluruh penduduk dan pekerja mengira kalian adalah kekasih. Kakek tidak ingin terjadi fitnah nantinya, jika kamu menyukainya kakek akan meminta orang tuamu untuk datang ke sini bertemu dengannya” ucap kakek
            “Tapi..bagaimana bila nyatanya Ridwan tidak menyukaiku, Kek..? aku pun sempat khawatir
            “Siapa yang bilang. Ridawan pernah bercerita sama kakek sejak pertemuan pertama kalian di depan rumah saa itu, dia sudah menyimpan rasa suka padamu. Setelah dia tahu bahwa kamu cucu kakek dia tidak berani untuk mendekatimu. Dan belum lama ini ia berani mengutarakan niatnya…sekarang kamunya bagaimana ?” kakek menjelaskan
            “kakek sendiri bagaimana ?”aku bertanya seraya tersipu malu
            “lho..ko malah tanya kakek. Yang menjalaninya kan kamu, nduk..”
            Siapa yang dapat menolak pesona Ridwan, ia rupawan, pintar, soal ketaatan agama rasanya tak perlu diragukan. Sering kali aku memergokinya sedang tilawah Al-qur’an, menjalankan puasa sunah bahkan shalat selalu diawal waktu. Aku yakin bahwa ia dapat menjadi sosok imam yang biak dalam keluarga. Lepas dari shalat istikaharah yang aku tunaikan, keputusan akhir aku sampaikan
            Aku mengangguk malu “Syakira setuju Kek untuk menerima pinangan Ridwan”. Senyum sumringah tak lepas dari wajahku, kakek pun menyambut bahagia keputusanku.
            Tak perlu menunggu waktu lama, satu minggu kemudian Ummi dan Abi datang ke Yogyakarta menemui aku juga Kakek dan Nenek. Mereka sudah membicarakannya lebih jauh bahkan rencananya malam ini Ridwan beserta orang tuanya akan datang bertamu ke rumah kami untuk meminang ku secara resmi dengan keluarga lengkap.
            Kedua belah pihak keluarga saling merestui, hubungan segera di sahkan tidak kurang dari tiga bulan lagi. Tanpa perlu perayaan mewah, yang terpenting adalah kesakralan akad dan janji suci pernikahan.
Cinta adalah fitrah, tapi cinta yang berharap kepada manusia itu hanya berujung  pada kecewa, namun jika cinta karena Allah dengan satu tujuan visi dan misi menuju ridho dan surga-Nya, keluarga sakinnah pun dapat dirasa. Memantaskan diri merupakan  satu proses menyeleksi pasangan, tapi yang lebih penting adalah memantaskan diri dihadapan Allah, karena jika pada saatnya jodoh yang dinantikan akan tiba pada waktu dan caranya yang indah.

- TAMAT -


8 komentar:

The Other Side mengatakan...

Setelah memendam kenangan pahit selama setahun akhirnya Ridwan muncul sebagai penyembuh jiwa. Bagus cerpennya, ringan dan menghibur :)

angkisland mengatakan...

wah bener mbak cinta yg hanya harap manusia bakal berujung kecewa dah....

Irawati Hamid mengatakan...

suka sama kalimat yang ini Mba "jika pada saatnya jodoh yang dinantikan akan tiba pada waktu dan caranya yang indah". :)

Siti Nurjanah mengatakan...

Terima kasih Mas. Ya, sebagaimana slogan kehidupan "semua akan indah pada waktunya" :)

Siti Nurjanah mengatakan...

Nah..iya. Karena tak ada manusia sempurna

Siti Nurjanah mengatakan...

wah..terima kasih Mba Irawati. Semoga berkenan membaca ceritanya ^_^

Milda Ini mengatakan...

duh, judulnya gimana gitu ya

btw blognya udah saya folow ya, salam

Siti Nurjanah mengatakan...

Sebenarnya coba disesuaikan dg cerita. Semoga ga terkesan alay :)
Sudah di follback mba ^_^