Selamat Datang Sobat, Jangan Lupa Tinggalkan Jejak ya... ^_^
Monarch Butterfly 2

Senin, 30 November 2015

Nyanyikan Apa Yang Engkau Rasakan

           
Ilustrasi Musik (Sumber gbr : Pinterest)

            Aku tak bisa berpaling untuk tidak menatapnya, dari balik jendela kaca ini aku mengaguminya, bahkan ingin memilikinya. Sebuah keindahan yang telah membuat aku jatuh cinta, seorang gadis muda sebaya denganku sudah  paham betul dengan kebiasaanku. Sebuah  toko musik yang berada tak jauh dari gang kecil tempat tinggalku.
            “Mau lihat ke dalam dulu ka” sapa gadis itu
            “tidak mba..”jawabku tersenyum
            “saya sering perhatikan kakak beberapa hari belakangan ini, sepertinya tertarik dengan piano itu”
            “Bentuknya cantik sempurna, tapi…saya tidak sanggup untuk membelinya. Mari mba saya duluan” aku pun undur diri
            Jam kulit butut di pergelangan tanganku sudah menunjukan ke angka 10, hari ini tugas kuliah banyak sekali. Setelah sore hingga malam seperti ini pekerjaanku di sebuah outlet foodcourt  ayam goreng menambah keletihanku.

            Namaku Gista Sofiani, saat ini aku tengah menyelesaikan kuliahku di bidang akuntansi dan bekerja paruh waktu di sebuah kedai makan ayam goreng. Aku memiliki kegemaran yang aku lakukan secara sembunyi-sembunyi dari ayah, karena beliau sangat tidak menyukai jika aku melakukan hal tersebut. Iya, aku sangat suka menyanyi, dari kelas musik yang pernah kuikuti menurut pelatih saat itu bahwa aku memiliki kualitas suara yang sangat bagus, jenis suara yang tak semua orang memilikinya, namun kegiatan itu harus terhenti lantaran ayah murka ketika mengetahuinya.
            Menurut kabar yang kudengar dari tetangga yang telah lama tinggal bersebelahan dengan tempat tinggal kami, ayah begitu membenci penyanyi karena ibuku adalah seorang penyanyi dan dengan tega ia meninggalkan kami untuk mewujudkan ambisinya. Sejak saat itu ayah berjanji pada dirinya, untuk membuang jauh-jauh yang berhubungan dengan musik, aku tahu itu pasti sangat berat dilakukannya karena tanpa sengaja akupun pernah menemui sebuah gitar tua di gudang rumah dan aku yakin sekali itu milik ayah. Tak pernah ada lagi dendang lagu kecuali hanya musik Mozart yang sering ayah dengarkan dari dvd player kamarnya.
            Ketika memasuki rumah kecil kami, ayah sudah tertidur di kamarnya. Beliau pasti sudah bekerja dengan sanagt keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kami dan itulah sebabnya aku tak ingin menambah beban hidupnya. Aku berinisiatif mencari beasiswa dan bekerja paruh waktu untuk menunjang pendidikan ku agar tetap dapat berjalan.
            Hari itu membuat perasaanku  tidak karuan, berjalan di koridor kampus namun pikiran melayang-layang  jauh. Mendapat surat panggilan dari pihak kampus, yang mengabarkan keberlangsungan kuliahku, lantaran beasiswa yang terancam di cabut karena nilai akademis ku yang semakin turun. Tidak sengaja ketika melewati papan pengumuman di kampus, langkahku terhenti. Aku membaca pamflet yang membuat mataku berbinar, namun aku sadar  tak mungkin untuk turut serta dalam kegiatan teater musikal yang di lombakan itu, meskipun hadiah yang ditawakan kepada tim pemenang sangat menggiurkan.
            “Sudah liat pengumuman ini, kamu ikut daftar kan ?” Niar menyerahkan sebuah pamflet di hadapanku
            Aku menggeleng pelan “aku tak bisa ikut, ayah pasti tidak akan menyetujuinya”
            “Sayang sekali, padahal tim musik kampus kita sedang membutuhkan seseorang yang memiliki kualitas suara seperti kamu” Niar mencoba membujuk
            “Aku tidak ingin memancing amarah ayah” aku tertunduk
            Diam beberapa saat
            “Baiklah, aku tinggalkan form pendaftaran ini. Siapa tahu kamu akan berubah pikiran nantinya, kesempatan tidak selalu datang dua kali, jadi pikirkanlah lagi”
            Dan saat ini, di sinilah aku berdiri mencari keterasingan dan kesunyian sebuah tempat dimana tak seorang pun enggan untuk berada, di atap gedung. Dari ketinggian ini aku bisa melihat semuanya terlihat lebih kecil, Angin yang berhembus lebih kencang menerpa, pun aku berharap mampu membawa sedih yang kini aku rasakan.
            Sayup ku dengar sebuah alunan suara yang begitu lembut. Aku mencari-cari sumber suara, tempat ini begitu sunyi, alunan suara itu dari harmonica, siapakah yang memainkannya ? adakah orang lain di sekitarku ?
            “Apakah ada orang di sini ?” aku berjalan berkeliling tempat lapang ini
            Sampai kemudian aku dikejutkan dengan munculnya seseorang dari balik sebuah papan yang tak terpakai
            “kamu telah mengganggu kedamaianku” katanya ketus
            Siapa orang ini, jelas selama ini aku tak pernah melihatnya di sini dan kali ini menyalahkanku. Padahal jelas-jelas dia yang telah mengusik tempat privacyku. Tunggu, sepsertinya aku mengenal orang ini, laki-laki jurusan MIPA yang terkenal dingin dan misterius itu. Beberapa mahasiswa dan dosen sering membicarakannya, karena kecerdasan yang di milikinya namun sikapnya yang terkesan angkuh membuat dia lebih sering terlihat sendiri.
            “Aku bahkan tidak tahu bahwa kamu pandai bermain musik” ucapku
            Terlihat senyum simpul di wajahnya “aku bahkan tidak tahu bahwa ada spesies sepertimu di kampus ini”
            Apa katanya ?spesies, arrrggghh orang ini ternyata sangat menyebalkan.
            “Mana ada orang normal yang berteriak-teriak di atap kampus yang sepi, lalu menangis meraung-raung seperti yang barusan di lakukan olehmu” lanjutnya
            Wajahku memerah, rupanya sudah sejak lama dia berada disini bahkan mengetahui apa yang aku lakukan sejak dari tadi.
            “Hidup terus berjalan, tak perduli sebanyak apa kepedihan yang kamu rasakan. Nikmatilah, lakukan apa yang kamu sukai, lepaskan tali yang mengekangmu. Keliahatannya kamu suka menyanyi, maka nyanyikan apa yang kau rasakan, rasakan apa yang kau nyanyikan, jika itu mebawa perasaan nyaman di hatimu” kata-katanya berhasil membuatku diam terbius
            Senyumnya terukir di wajahnya, lembut dan manis aku tak bisa memungkirinya. Entah, ada perasaan nyaman saat aku berada di dekatnya.
            “kamu harus memiliki keberanian untuk memperjuangkan apa yang engakau sukai, percayalah bahwa kamu mampu meyakini apapun atau siapapun yang membatasinya” Laki-laki itupun pergi meninggalkanku sendiri, ah bodoh bahkan aku tak sempat bertanya siapa namanya.
            Sampai akhirnya aku menyadari, kakiku menginjak sesuatu. Sebuah kunci, ah pasti miliknya. Aku mencoba mengejarnya namun sepertinya ia berjalan cepat sekali menuruni anak tangga. Tak ada pilihan lain selain menemuinya di fakultas MIPA, atau tempat parkir. Kenapa justru jadi ribet begini, tapi jika tidak segera di kembalikan dia pasti sedang kebingungan mencari-carinya.
            Ada sekitar dua jam aku mencari-cari keberadaannya, sampai kemudian aku melihat punggungnya yang tegap sedang berbicara dengan seorang petugas parkir. Aku pun segera menghampirinya, benar saja, dia sedang mencari kunci motornya yang hilang.
            “Maaf, apa kamu sedang mencari ini ?” laki-laki yang mengenakan kaca mata itu beralih menatapku terpancar sumringah diwajahnya, ah dia tidak sekaku yang aku bayangkan sebelumnya
            “Oh, syukurlah. Aku sudah panik mengira kunci itu hilang. Terima kasih..ehmm..siapa nama kamu ?” tanyanya
            “Gista. Panggil saja aku Gista” Aku mengulurkan tangan
            “Aku Genta” dia membalas uluran tanganku “Mau pulang bareng ?” tawarnya
            Aku cukup terkejut mendengar ajakannya, “ah..tidak usah. Nanti malah merepotkan, aku juga harus segera berangkat kerja” aku menolak halus
            “tidak sama sekali, anggap sebagai balas budiku karena kamu telah menemukan kunci motorku. Kamu pasti sudah terlambatkan, naiklah” Genta sudah menstarter sepeda motornya
            Dia benar, aku memang sudah cukup terlambat karena mencari keberadaannya tadi. Aku pun tidak dapat menolak tawaran baiknya. Sekitar kurang lebih satu jam Genta dengan lihai mengendarai sepeda motornya, menyalip-nyalip kerumunan kemacetan.
            “Apa mau aku jemput ? kamu selesai jam berapa ?” tanya Genta ketika sudah tiba di tempat tujuan
             “Tidak usah, terima kasih. Aku masuk dulu ya” pamitku padanya
            Sejak saat itu, hubunganku dengan Genta semakin dekat bahkan ada rumor yang menyebutkan bahwa kami telah menjalin hubungan lebih dari sekedar teman. Aku bisa merasakan tatapan iri mahasiswi lainnya, yang tidak mampu dekat dan meruntuhkan orang seidingin Genta, namun aku melihat Genta tidak terlalu perduli dengan rumor itu.
            “Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, dan aku yakin kamu pasti akan menyukainya” Ucap Genta
            “Mau kemana ?” Tanyaku heran
            “nanti kamu juga tahu” ucap Genta misterius
            Sepeda motor Genta melaju menyusuri jalanan ibu kota, bahkan sampai saat ini aku duduk diatas sepeda motornya tak pernah ku tahu apa yang di rencanakannya. Genta menghentikan sepeda motornya di depan sebuah gedung studio musik rekaman, dan hal itu semakin membuatku bertanya-tanya.
            “mau apa kita di sini ?”Aku masih kebingungan dengan sikapnya
            “sudah ikut saja dulu” Genta menggenggam tanganku, dan membawaku ke sebuah ruangan
            Aku takjub melihat tempat itu sebuah studio rekaman, dengan beberapa alat yang biasa digunakan untuk sorang penyanyi membuat lagunya.
            “Gista..bernyanyilah dari hatimu. Senandungkan suara hati apapun yang sedang kamu rasakan. Bila kamu tengah terluka dengarkan alunan lagu yang akan mampu menyembuhkan lara hati, warnailah hidupmu kembali. Aku percaya ayahmu nantinya akan luluh dan mendukung keinginanmu. Aku ingin kamu ikut serta dalam lomba teater musikal itu dan aku tahu itupun harapnmu. Biarkan aku rekam contoh suaramu untuk ikut audisi.
            Di luar pengetahuanku, tenyata Genta telah mempersiapkannya, dan untuk lolos dari Audisi teaterikal musikal bukan hal yang sulit bagiku. Dengan keraguan yang memuncak aku menyerahkan undangan kepada ayah agar turut serta menghadiri pertunjukan yang akan aku bawakan bersama teman lainnya. Seperti dugaanku ayah menanggapi dingin dan hanya berlalu tanpa menyentuhpun undangan yang ku letakan di atas meja.
            Hari itupun tiba, kompetisi terater musikal di hadiri berbagai tamu undangan dari beragam kalangan. Pesertanya pun sangat antusias, di ikuti oleh berbagai kelas musik dan teater dari berbagai kampus. Wajah-wajah tegang menyelimuti kami para peserta tetapi waktu 60 menit terasa cepat berlalu, bagi kami yang sedang menantikan tiba saatnya pentas.
            Kami berusaha mempersembahkan yang terbaik, di akhir penampilan sungguh luar biasa antusias para tamu  undangan bahkan di antaranya anda yang memberikan standing applause. Dan aku tersenyum bahagia saat kulihat di salah satu sudut ternyata ayah datang menyaksikan penampilanku, terima kasih Tuhan. Di akhir pengumuman tim teater musikal kami keluar sebagai runner up, rasa syukur dan bahagaia kami rasakan. Setelah perkumpulan bersama teman-teman berakhir, aku segera menemui ayah yang ternyata masih menungguku.
            “Terima kasih ayah..sudah datang memenuhi undangan Gista” ujarku seraya memeluk tubuh tegap laki-laki yang telah merawatku seorang diri selama ini
            “Ayah bangga padamu, Nak. Maafkan ayah selama ini terlalu egois membatasi apa yang kamu sukai. Jika saja temanmu tidak segera menyadarkan ayah, mungkin ayah tidak akan pernah tahu betapa terlukanya kamu meninggalkan musik yang pada nyatanya membuatmu sangat bahagia melakukannya” Jawab Ayah
            “Teman..??” aku bertanya heran
            Sampai tak kusadari sudah ada sosok Genta di sampingku, ayah memberikan isyarat
            “Genta” aku berujar
            Ia tersenyum “Aku tidak melakukan apapun, tapi kasih sayang ayahmu lah yang membuat akhirnya menyadari jika putrinya ini memiliki talenta yang hebat”
            Aku tersipu malu mendengar jawabannya
            “baiklah,Ayah akan menunggu di tempat parkir” pamit ayah meninggalkanku bersama Genta
            “Terima kasih, kamu sudah melakukan banyak hal untuk ku.” Ucapku
            “Kamu layak mendapatkannya” Genta menggenggam jemariku “terus lakukan apa yang kamu sukai, yang kamu yakini karena itu yang akan membawa kebahagiaan untukmu” ucapnya


#Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Writing Project #DanBernyanyilah yang diselenggarakan oleh Musikimia, Nulisbuku.com dan Storial.co 

6 komentar:

Anisa AE mengatakan...

Semoga menang, ya? :) Sukses untuk projectnya. :)

Siti Nurjanah mengatakan...

Amiiin, Terima kasih mba sudah mampir & supportnya ^_^

angkisland mengatakan...

wah sukses ya mbak hehe... jadi pengen nyanyi apa y aku hehe

Siti Nurjanah mengatakan...

Amiinn terima kasih. Silahkan nyanyikan apa yg dirasakan. hehehe

angkisland mengatakan...

apa yah ooohh nyanyi bintang kecil aja deh hehehe

Siti Nurjanah mengatakan...

sepertinya sedang bernostalgia masa kanak-kanak y
wuheehehe